Sri Mulyani Perkirakan Defisit Anggaran Capai 2,78% dari PDB

Defisit APBN Diproyeksi Meningkat Jadi 2,78% dari PDB, Sri Mulyani Paparkan Tantangan dan Langkah Pemerintah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mencapai 2,78% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan defisit APBN tahun 2024 yang tercatat sebesar 2,30% dari PDB.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Menkeu kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto saat melakukan pertemuan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/7/2025). Pertemuan ini merupakan bagian dari proses pembaruan informasi terkini terkait pembahasan APBN 2024 dan 2025 yang sebelumnya telah dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Outlook dari APBN akan mencapai defisit 2,78 persen dari PDB. Itu karena dari sisi penerimaan maupun dari sisi belanja negara," ujar Sri Mulyani dalam keterangannya yang dikutip dari Antara, Rabu (23/7/2025).
Dua Agenda Utama: Pelaporan APBN 2024 dan Evaluasi Semesteran APBN 2025
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pembahasan bersama DPR saat ini fokus pada dua agenda utama:
-
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaporan dan Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2024, yang sedang dibahas bersama Badan Anggaran DPR RI.
-
Evaluasi semesteran terhadap pelaksanaan APBN 2025, yang menjadi dasar penyesuaian arah kebijakan fiskal ke depan.
Sri Mulyani menegaskan bahwa meskipun terdapat tekanan terhadap fiskal negara, Kementerian Keuangan akan tetap menjaga akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satunya adalah dengan memastikan laporan keuangan pemerintah pusat tetap memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Capaian Fiskal 2024 Tetap Positif dan Terjaga
Dalam rapat kerja sebelumnya bersama Komisi XI DPR RI, Menkeu memaparkan bahwa realisasi kinerja APBN 2024 menunjukkan tren yang positif dan terkendali. Beberapa capaian penting antara lain:
-
Defisit APBN 2024 tercatat sebesar 2,30% dari PDB, masih dalam batas yang telah ditetapkan dalam kebijakan fiskal nasional.
-
Rasio penerimaan negara terhadap PDB berhasil mencapai 12,70%, melebihi target yang ditetapkan sebesar 12,27%.
-
Pendapatan negara juga melampaui target, yang mencerminkan kinerja optimal dari sektor perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
-
Indeks efektivitas kebijakan fiskal dan pengawasan penerimaan juga berada di atas target, mencerminkan peningkatan transparansi dan efektivitas pengelolaan anggaran.
Tantangan Fiskal 2025: Belanja Meningkat, Penerimaan Terbatas
Kenaikan defisit menjadi 2,78% pada tahun 2025 sebagian besar dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan belanja negara, khususnya untuk mendukung program prioritas pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Beberapa sektor yang diperkirakan akan menyedot alokasi belanja besar meliputi:
-
Pertahanan dan keamanan, sesuai dengan visi Presiden terpilih.
-
Transformasi sektor kesehatan dan pendidikan, untuk mempercepat reformasi SDM.
-
Subsidi energi dan bantuan sosial, sebagai respons terhadap gejolak harga komoditas global.
Namun di sisi lain, potensi pertumbuhan penerimaan negara masih terbatas. Pemerintah perlu berhati-hati dalam menjaga keberlanjutan fiskal tanpa mengorbankan program pembangunan yang telah direncanakan.
Komitmen terhadap Kredibilitas dan Konsolidasi Fiskal
Sri Mulyani menegaskan bahwa meskipun defisit meningkat, pemerintah tetap berkomitmen menjaga konsistensi fiskal yang sehat dan kredibel. Pemerintah tidak akan mengambil jalan pintas dengan utang yang tidak terkendali.
“Kami akan tetap melanjutkan tindak lanjut atas temuan audit, menjaga disiplin fiskal, serta memastikan pengeluaran negara benar-benar memberikan dampak langsung kepada masyarakat,” ujar Sri Mulyani.
Outlook Ekonomi: Waspadai Risiko Global
Peningkatan defisit ini terjadi di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, seperti:
-
Potensi kenaikan suku bunga global yang bisa memicu aliran modal keluar.
-
Konflik geopolitik yang menekan harga energi dan pangan.
-
Ancaman perlambatan ekonomi global yang bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
Pemerintah diminta untuk menyusun strategi mitigasi yang matang, termasuk dalam pengelolaan utang, stabilisasi nilai tukar, dan pengendalian inflasi.
Penutup: Keseimbangan Antara Ambisi dan Kehati-hatian
Dengan berbagai tantangan dan kebutuhan pembangunan ke depan, lonjakan defisit APBN menjadi 2,78% dari PDB merupakan hal yang masih dalam batas aman, namun tetap memerlukan pengawasan ketat dan kebijakan yang adaptif.
Pemerintah harus menjaga keseimbangan antara ambisi pembangunan dan prinsip kehati-hatian fiskal, agar APBN tetap menjadi instrumen utama dalam menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
0 Comments