The Fed Pertahankan Suku Bunga Acuan

The Fed Tahan Suku Bunga di Tengah Tekanan Politik dan Perpecahan Internal, Pasar Menanti Kejelasan Arah Kebijakan
Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), kembali menahan suku bunga acuannya di kisaran 4,25% hingga 4,5% dalam pertemuan kebijakan pada Rabu, 30 Juli 2025, waktu setempat. Keputusan ini menandai kelima kalinya secara berturut-turut The Fed tidak mengubah suku bunga, di tengah ketidakpastian arah ekonomi AS dan tekanan politik dari Gedung Putih.
Namun, yang menjadi sorotan utama dari pertemuan kali ini adalah munculnya perbedaan pendapat di antara para gubernur bank sentral. Dua anggota Dewan Gubernur, Christopher Waller dan Michelle Bowman, menginginkan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin. Ini adalah kali pertama sejak lebih dari tiga dekade terakhir di mana dua pejabat tinggi The Fed secara terbuka menyatakan ketidaksepakatannya terhadap keputusan mayoritas.
Dalam konferensi pers usai pengumuman keputusan, Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan bahwa belum ada keputusan yang diambil terkait langkah suku bunga ke depan, termasuk untuk pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada 16–17 September 2025.
“Kami belum membuat keputusan apa pun tentang bulan September,” ujar Powell.
Powell juga menanggapi perbedaan pendapat di internal The Fed dengan nada positif. Menurutnya, perbedaan pandangan adalah hal sehat dalam proses pengambilan kebijakan.
“Yang Anda inginkan dari semua orang adalah penjelasan yang jelas tentang apa yang mereka pikirkan. Dan saya rasa kita mencapainya hari ini,” tambahnya.
Trump Desak Penurunan Suku Bunga, Sebut Powell "Terlambat"
Keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga sekali lagi menentang tekanan dari Presiden AS Donald Trump, yang semakin vokal dalam menyerukan penurunan suku bunga secara agresif.
Beberapa jam sebelum keputusan diumumkan, Trump kembali melontarkan kritiknya di platform Truth Social:
"'Terlambat,' SEKARANG HARUS MENURUNKAN SUKU BUNGA," tulis Trump, sambil menyebut Powell dengan julukan khasnya.
“Tidak ada inflasi! Biarkan orang membeli, dan membiayai kembali rumah mereka!”
Trump menilai bahwa penurunan suku bunga drastis—hingga 3 poin persentase—akan membantu menurunkan beban bunga utang negara dan mendorong konsumsi rumah tangga, khususnya di sektor perumahan yang kini tengah melemah akibat suku bunga tinggi.
Pasar Masih Bingung: Pemangkasan di September?
Sementara pasar keuangan telah mengantisipasi kemungkinan pemangkasan suku bunga pada akhir 2025, perpecahan di internal The Fed justru menimbulkan ketidakpastian baru. Banyak pelaku pasar kini menantikan data inflasi dan ketenagakerjaan terbaru untuk mencari petunjuk arah kebijakan.
Data terbaru menunjukkan bahwa inflasi inti tahunan (Core PCE) untuk Juni 2025 berada di angka 2,5%, masih di atas target 2% The Fed, namun jauh lebih rendah dibandingkan puncaknya pada 2022 yang sempat mencapai 6%. Sementara itu, pertumbuhan lapangan kerja melambat dalam dua bulan terakhir, memberi sinyal bahwa pasar tenaga kerja mulai mendingin.
“Dengan inflasi yang mulai turun namun ekonomi juga melambat, The Fed berada di persimpangan yang sulit. Jika terlalu lambat dalam menurunkan suku bunga, risiko resesi meningkat,” kata analis utama dari JPMorgan, Elena Meyers.
Potensi Dampak ke Global
Kebijakan suku bunga The Fed tak hanya berdampak ke ekonomi domestik AS, namun juga mempengaruhi pasar keuangan global, termasuk nilai tukar mata uang, harga emas, dan aliran modal di negara berkembang.
Di Indonesia, Rupiah sempat menguat tipis terhadap dolar AS usai keputusan The Fed ini, mencerminkan sentimen investor yang berharap era suku bunga tinggi segera berakhir. Sementara itu, harga emas global naik 0,8% ke USD 2.043 per ons, karena ketidakpastian suku bunga mendorong permintaan terhadap aset aman (safe haven).
Kesimpulan:
Keputusan The Fed untuk kembali menahan suku bunga mencerminkan sikap hati-hati di tengah tekanan politik, ekonomi global yang melambat, dan ketidakpastian internal. Dengan pertemuan penting berikutnya pada September dan dinamika politik AS yang semakin panas jelang pemilu, para pelaku pasar dan ekonom kini semakin cermat memantau setiap sinyal dari para pejabat bank sentral AS.
0 Comments