Wall Street Anjlok Setelah Donald Trump Naikkan Tarif Impor China

Wall Street Anjlok Setelah Donald Trump Naikkan Tarif Impor China

Wall Street Anjlok Saat Kekhawatiran Investor Kembali Muncul Terkait Tarif China 

Pasar saham Amerika Serikat, yang dikenal sebagai Wall Street, mengalami penurunan signifikan dalam perdagangan pada Selasa, 8 April 2025. Setelah reli singkat di awal minggu, optimisme investor dengan cepat memudar, dan kekhawatiran kembali muncul menjelang tenggat waktu tarif yang akan diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Keputusan Trump untuk memberlakukan kenaikan tarif kumulatif sebesar 104% terhadap China terus mengguncang ekonomi global, menimbulkan ketakutan akan ketegangan lebih lanjut dalam hubungan dagang AS-China dan meningkatkan ketidakpastian di pasar.

Menurut CNBC, pada Rabu, 9 April 2025, Indeks Dow Jones Industrial Average turun 320,01 poin atau 0,84%, dan ditutup di posisi 37.645,59. Ini menandai penurunan hari keempat berturut-turut untuk indeks tersebut, yang sebagian besar didorong oleh meningkatnya kekhawatiran tentang dampak tarif baru. Terutama, investor khawatir akan kenaikan harga barang-barang dari China, yang diperkirakan akan memicu lonjakan harga barang konsumen di AS, yang dapat menyebabkan tekanan inflasi. Salah satu saham yang paling terpengaruh adalah Apple, karena biaya produksi untuk model iPhone yang populer diperkirakan akan melonjak akibat tarif baru tersebut.

Meskipun pasar sempat melonjak di awal sesi, dengan Dow Jones naik hingga 3,9% pada awal perdagangan, reli tersebut tidak bertahan lama. Seiring berjalannya waktu, optimisme investor memudar, dan pasar mengalami penurunan signifikan. Penurunan ini mengikuti tren ketidakpastian pasar yang telah berlangsung sepanjang tahun 2025.

Sementara itu, indeks S&P 500 juga mengalami penurunan, turun 1,57% dan ditutup di posisi 4.982,77. Ini menandai penutupan terendah untuk indeks tersebut, yang kali ini berada di bawah angka 5.000 untuk pertama kalinya sejak April 2024. Indeks S&P 500 kini telah turun hampir 19% dari puncak rekor pada Februari. Dalam empat hari terakhir saja, indeks ini telah jatuh lebih dari 12%, yang menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan pasar beruang yang sedang berlangsung. Penurunan ini sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan lemahnya pasar secara keseluruhan dan meningkatnya ketidakpastian investor.

Nasdaq Composite, yang banyak berisi saham-saham teknologi, mengalami penurunan yang lebih tajam, kehilangan 2,15% dan ditutup pada posisi 15.267,91. Meskipun sempat mengalami kenaikan 4,5% pada awal sesi, Nasdaq segera berbalik arah seiring dengan berubahnya sentimen investor. Indeks ini kini telah kehilangan lebih dari 13% dalam empat hari terakhir, yang menandakan koreksi tajam yang memicu pertanyaan tentang keberlanjutan valuasi saham teknologi. Perusahaan-perusahaan besar seperti Tesla, Alphabet (Google), dan Amazon termasuk yang paling terpukul, dengan masing-masing mengalami penurunan signifikan di tengah kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Di awal perdagangan, saham-saham sempat mengalami kenaikan karena banyak investor merasa pasar telah mencapai titik jenuh jual. Selain itu, ada tanda-tanda bahwa AS mungkin akan menuju kesepakatan dengan mitra dagang utamanya, termasuk China. Beberapa analis berspekulasi bahwa pemerintahan Trump bisa mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif, yang selama ini menjadi faktor utama ketidakstabilan pasar dalam beberapa bulan terakhir.

Sentimen investor sempat sedikit terangkat setelah Presiden Trump mengunggah di Truth Social pada Selasa, bahwa ia baru saja melakukan "panggilan telepon yang hebat" dengan penjabat Presiden Korea Selatan. Pembicaraan ini dipandang sebagai tanda adanya kemajuan diplomatik yang dapat membantu meredakan ketegangan, yang turut membantu mendorong sentimen pasar untuk sementara waktu. Pernyataan Trump menunjukkan bahwa ada potensi perkembangan positif dalam negosiasi perdagangan internasional, yang bisa meredakan beberapa ketegangan terkait tarif.

Menambah rasa optimisme, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, berbicara kepada CNBC pada hari yang sama dan mengungkapkan bahwa sekitar 70 negara telah mendekati AS untuk melakukan negosiasi tarif. Angka ini menunjukkan bahwa banyak negara yang ingin mencapai kesepakatan yang dapat membantu menstabilkan lingkungan perdagangan global dan mengurangi dampak tarif yang semakin meningkat terhadap ekonomi mereka.

Meskipun ada tanda-tanda positif tersebut, pasar tetap berada dalam posisi yang rapuh, dan kepercayaan investor sangat rentan. Tenggat waktu pemberlakuan tarif pada Mei 2025, ditambah dengan ketidakpastian seputar negosiasi perdagangan global, terus membebani Wall Street. Banyak analis yang memprediksi bahwa volatilitas pasar kemungkinan akan terus berlanjut seiring dengan berkembangnya kebijakan tarif baru dan pembicaraan perdagangan yang sedang berlangsung.

Seiring perkembangan situasi ini, perhatian utama akan tertuju pada Washington, D.C., untuk melihat apakah pemerintahan Trump dapat mencapai kesepakatan yang dapat meredakan ketegangan dengan China dan mitra dagang lainnya. Sementara itu, volatilitas pasar diperkirakan akan terus berlanjut, dengan sentimen investor yang tetap cemas seiring kebijakan tarif dan pembicaraan perdagangan semakin berkembang.