China Bakal Bebaskan Sejumlah Barang Impor AS dari Tarif 125%

China Bakal Bebaskan Sejumlah Barang Impor AS dari Tarif 125%

China Longgarkan Tarif Impor dari AS, Meski Bantah Adanya Negosiasi dengan Washington

Beijing — China resmi membebaskan sejumlah barang impor asal Amerika Serikat dari tarif tambahan sebesar 125% pada Jumat, 25 April 2025, menurut laporan dari sejumlah pelaku bisnis dan sumber industri. Keputusan ini muncul di tengah ketegangan perdagangan yang masih membayangi hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia, meskipun otoritas China dengan cepat membantah klaim Presiden AS Donald Trump bahwa negosiasi bilateral sedang berlangsung.

Mengutip laporan Canadian Broadcasting Association (CBA), Sabtu (26/4/2025), pemerintahan Trump dalam beberapa hari terakhir telah memberikan sinyal ingin meredakan ketegangan yang selama ini membekukan sebagian besar aktivitas perdagangan antara kedua negara. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang potensi resesi global, mengingat betapa pentingnya peran perdagangan AS-China terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.

"Sebagai langkah quid-pro-quo, pembebasan tarif ini bisa menjadi mekanisme potensial untuk mengurangi ketegangan," ujar Alfredo Montufar-Helu, Penasihat Senior di The Conference Board’s China Center. Namun, Montufar-Helu mengingatkan bahwa baik AS maupun China tampaknya enggan menjadi pihak pertama yang mengambil langkah nyata menuju penyelesaian penuh.

Pada hari yang sama, Presiden Trump mengungkapkan kepada wartawan bahwa dirinya telah "berkali-kali" berbicara dengan Presiden China, Xi Jinping. Meski begitu, Trump tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang kapan terakhir kali mereka berkomunikasi atau topik apa saja yang dibahas. Sebelumnya, dalam sebuah wawancara dengan Time Magazine, Trump sempat menyebut bahwa Xi Jinping telah menelpon dirinya, mengisyaratkan potensi pembukaan kembali jalur diplomasi.

"Dia menelpon. Dan menurut saya itu bukan tanda kelemahan dari pihak China," kata Trump dalam wawancara tersebut.

Namun, narasi yang disampaikan Trump langsung dibantah oleh pihak Beijing. Pada Jumat, Kedutaan Besar China di Washington D.C. menegaskan bahwa tidak ada percakapan telepon antara kedua kepala negara yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Dalam pernyataan resmi, pemerintah China mendesak AS untuk berhenti menciptakan "kebingungan publik" dan mengingatkan bahwa membangun persepsi palsu hanya akan memperburuk hubungan bilateral.

Selain itu, otoritas China sejauh ini juga belum memberikan komentar resmi tentang rincian pengecualian tarif tersebut. Meski demikian, berdasarkan dokumen perdagangan yang beredar, barang-barang yang dibebaskan dari tarif mencakup produk pertanian tertentu, suku cadang otomotif, serta peralatan medis—area-area yang sangat dibutuhkan oleh pasar domestik China saat ini.

Langkah ini dianggap strategis, mengingat China tengah berupaya menjaga stabilitas ekonominya yang baru saja melambat ke pertumbuhan 4,6% pada kuartal pertama 2025, menurut data Biro Statistik Nasional China. Perlambatan ini sebagian besar disebabkan oleh ketegangan geopolitik, penurunan ekspor, serta melemahnya permintaan domestik.

Di sisi lain, Departemen Perdagangan AS merespons langkah China dengan hati-hati, menyatakan bahwa "setiap upaya untuk memperbaiki hubungan dagang harus disambut, tetapi membutuhkan transparansi penuh dan konsistensi dalam implementasinya."

Sementara itu, pasar keuangan bereaksi positif terhadap kabar ini. Indeks Dow Jones Industrial Average dan Shanghai Composite mencatat kenaikan moderat pada sesi perdagangan Jumat, menandakan harapan baru bahwa ketegangan dagang bisa sedikit mereda setelah bertahun-tahun ketidakpastian.

Analisis Analis Pasar: Belum Ada Terobosan Nyata

Meskipun ada sedikit sinyal positif, sejumlah analis memperingatkan bahwa jalan menuju kesepakatan dagang penuh masih panjang dan penuh rintangan. "Kedua negara tampaknya masih sangat berhati-hati, dan ini lebih merupakan langkah simbolis daripada perubahan fundamental," kata Mei Lin, Kepala Analis Asia-Pasifik di HSBC Global Research.

Dalam jangka pendek, kebijakan pembebasan tarif ini bisa membantu meredakan tekanan harga di sektor-sektor tertentu, baik di China maupun AS, terutama di tengah melonjaknya harga pangan dan energi global pada tahun 2025.

Namun, tanpa komitmen yang lebih luas dan terstruktur, ketidakpastian hubungan AS-China diperkirakan akan tetap membayangi sentimen global.