Ekonomi Lesu, Kelas Menengah RI Mulai Tergelincir ke Zona Rentan

Kelas Menengah Perlu Perhatian? Ini Pandangan Ekonom di Tengah Ancaman Inflasi dan Perlambatan Ekonomi
Selama ini, perhatian pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat cenderung terfokus pada kelompok berpenghasilan rendah melalui berbagai program bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Namun, di tengah tekanan ekonomi yang semakin kompleks, muncul pertanyaan penting: apakah kelas menengah, yang sering disebut sebagai tulang punggung perekonomian nasional, juga perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah?
Head of Macroeconomics and Market Research PermataBank, Faisal Rachman, menjelaskan bahwa kontribusi ekonomi dan pola konsumsi kelas menengah berbeda dengan kelompok berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pendekatan kebijakan terhadap kelas ini tidak bisa disamakan, melainkan memerlukan strategi yang lebih struktural dan jangka panjang.
"Sebenarnya memang ada dua sisi. Apakah memang dibantu secara langsung untuk konsumsinya atau memang penyediaan untuk kesempatan lapangan pekerjaan lebih baik lagi," kata Faisal saat ditemui di kantor PermataBank, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Inflasi dari Sisi Suplai Masih Menjadi Tantangan
Faisal menyoroti bahwa inflasi nasional saat ini cenderung berasal dari sisi suplai, bukan permintaan. Artinya, meskipun konsumsi masyarakat tidak mengalami lonjakan besar, harga-harga tetap mengalami kenaikan karena terganggunya pasokan, baik akibat cuaca ekstrem, kenaikan harga energi global, maupun hambatan logistik.
"Karena memang kita nggak bisa pungkiri, inflasi itu sebenarnya dari sisi demand-nya rendah, tetapi dari sisi supply-nya meningkat," ujar Faisal.
Kondisi ini diperparah dengan masih tingginya harga komoditas internasional seperti minyak mentah dan pangan, yang turut mendorong biaya produksi di dalam negeri. Bila tidak ditangani secara hati-hati, hal ini bisa menyebabkan efek berantai atau pass-through dari sisi suplai ke permintaan. Misalnya, kenaikan harga bahan baku membuat produsen menaikkan harga jual, yang pada akhirnya membebani konsumen, termasuk kelas menengah.
"Sehingga memang kenaikan gaji itu akan menjadi cost lagi tambahan. Itu yang memang tadi kita bilang memang ada risiko pass-through dari sisi supply ke sisi demand-nya," tambahnya.
Kelas Menengah: Di Antara Produktivitas dan Kerentanan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah Indonesia menyumbang lebih dari 50% terhadap total konsumsi rumah tangga nasional. Mereka juga merupakan segmen utama dalam ekosistem produktif nasional, mulai dari sektor UMKM, jasa, hingga teknologi.
Namun, kelas ini juga sangat rentan terhadap gejolak ekonomi. Ketika harga-harga naik dan tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan riil, mereka terjepit: tidak layak menerima bantuan sosial, tetapi juga tidak cukup kuat menanggung beban kenaikan biaya hidup. Banyak dari mereka bahkan mulai mengurangi konsumsi atau menarik dana dari tabungan, yang pada akhirnya menggerus daya beli secara keseluruhan.
Perlukah Insentif untuk Kelas Menengah?
Berbagai ekonom menyarankan agar pemerintah mulai merumuskan kebijakan insentif fiskal untuk kelas menengah, bukan dalam bentuk bantuan tunai, melainkan melalui pengurangan beban pajak, subsidi pendidikan dan kesehatan, serta insentif bagi pelaku UMKM digital yang tumbuh dari kelas menengah.
Selain itu, reformasi struktural seperti peningkatan produktivitas tenaga kerja, efisiensi birokrasi, dan pengembangan infrastruktur digital juga dianggap penting untuk membuka peluang pendapatan baru bagi kelas menengah.
“Insentif untuk kelas menengah bisa berupa kemudahan akses KPR, subsidi bunga usaha kecil, atau pembebasan pajak penghasilan dalam batas tertentu,” kata Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), dalam pernyataan terpisah.
Kesimpulan: Menjaga Stabilitas Ekonomi Lewat Kebijakan Inklusif
Di tengah tantangan inflasi, perlambatan ekonomi global, dan risiko geopolitik seperti konflik di Timur Tengah yang berpotensi mengganggu pasokan energi, penting bagi pemerintah untuk memperluas fokus kebijakan ekonomi tidak hanya kepada kelompok rentan, tetapi juga kepada kelas menengah yang menopang konsumsi domestik.
Kebijakan yang lebih inklusif dan berjangka panjang akan lebih efektif menjaga stabilitas daya beli serta memperkuat ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi berbagai tekanan global di masa depan.
0 Comments