Dolar AS Hari Ini Kembali Perkasa, Rupiah Diprediksi Melemah ke Rp 16.680 per USD

Dolar AS Hari Ini Kembali Perkasa, Rupiah Diprediksi Melemah ke Rp 16.680 per USD

Rupiah Menguat Tipis terhadap Dolar AS, Namun Tekanan Eksternal Masih Membayangi

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencatatkan penguatan tipis pada pembukaan perdagangan Kamis pagi (15 Mei 2025). Meski demikian, para analis memperingatkan bahwa penguatan ini masih bersifat rapuh, dengan tekanan dari faktor eksternal yang masih mendominasi, terutama yang bersumber dari perkembangan ekonomi dan kebijakan perdagangan AS.

Pada perdagangan pagi di Jakarta, rupiah tercatat menguat 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.561 per dolar AS, dibandingkan posisi penutupan sebelumnya di Rp16.562 per dolar AS. Kenaikan ini menunjukkan adanya dorongan teknikal jangka pendek, namun pasar masih diliputi ketidakpastian yang cukup tinggi.

Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, mengatakan bahwa salah satu faktor utama yang memengaruhi pergerakan rupiah adalah hasil dari negosiasi dagang terbaru antara Amerika Serikat dan China. Menurutnya, keberhasilan kesepakatan tersebut dalam menurunkan tarif impor barang dari China telah memberi angin segar bagi ekonomi AS dan mendorong penguatan dolar.

"Ini masih efek dari hasil negosiasi AS dan China yang berhasil, sehingga tarif barang dari China bisa ditekan dan harga barang yang dikonsumsi warga AS dari China turun. Perekonomian AS terbantu dengan hal ini, sehingga dolar AS menguat," ujar Ariston, dikutip dari Antara.

Dolar AS Kembali Menguat setelah Koreksi Sementara

Pada Rabu (14/5/2025), dolar sempat melemah akibat kekhawatiran pasar bahwa kenaikan tarif terhadap barang-barang dari China akan menekan daya beli masyarakat AS. Banyak produk konsumsi di Negeri Paman Sam yang bergantung pada impor dari China, sehingga tarif yang lebih tinggi diperkirakan akan menyebabkan inflasi dan penurunan konsumsi.

Namun, sentimen tersebut berubah drastis setelah pemerintah AS dan China mengumumkan kesepakatan untuk menurunkan sebagian besar tarif. Hal ini menghidupkan kembali optimisme investor terhadap prospek ekonomi AS.

Ariston menambahkan, "Kondisi indeks dolar AS pagi ini masih menunjukkan penguatan. Nilai tukar regional terlihat melemah terhadap dolar AS."

Indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, naik tipis ke level 105,30 pada Kamis pagi, menunjukkan tren penguatan lanjutan setelah sebelumnya sempat berada di bawah 105.

Sentimen Domestik: Ekonomi Indonesia Masih Dihadang Tantangan

Dari dalam negeri, tekanan terhadap rupiah tidak hanya datang dari faktor global. Sejumlah indikator ekonomi menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih menghadapi tantangan struktural yang cukup serius.

Menurut Ariston, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tinggi pada kuartal I-2025 menjadi sinyal kekhawatiran pasar akan perlambatan aktivitas ekonomi. Sektor industri dan manufaktur, khususnya padat karya, mengalami kontraksi akibat lemahnya permintaan dan tingginya biaya produksi.

Selain itu, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I-2025 yang hanya mencapai 4,84 persen — masih jauh di bawah target 5 persen — juga memperkuat kekhawatiran bahwa konsumsi domestik masih lemah. Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap PDB Indonesia.

"Potensi tekanan pelemahan rupiah terhadap dolar AS hari ini ke arah Rp16.680, dengan potensi support di kisaran Rp16.500 hari ini," kata Ariston.

Prospek Jangka Pendek dan Respons Kebijakan

Seiring meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Asia-Pasifik dan potensi penguatan lanjutan dolar AS, para pelaku pasar masih mencermati arah kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menstabilkan nilai tukar rupiah.

Pada bulan April 2025, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,50 persen guna menahan tekanan inflasi dan mendukung stabilitas nilai tukar. Namun, efek dari kebijakan moneter tersebut diperkirakan membutuhkan waktu sebelum memberikan dampak signifikan terhadap pasar valuta asing.

Di sisi lain, arus modal asing ke pasar obligasi Indonesia masih cenderung keluar. Hingga pertengahan Mei, net outflow tercatat mencapai Rp4,2 triliun, mempertegas kecenderungan investor global untuk mengalihkan dana ke aset aman (safe haven) seperti dolar AS dan emas.

Kesimpulan

Meskipun rupiah sempat menunjukkan penguatan tipis pada awal perdagangan hari ini, tekanan dari luar negeri tetap dominan, terutama akibat sentimen positif terhadap ekonomi AS pasca kesepakatan dagang dengan China. Di dalam negeri, lemahnya konsumsi, pertumbuhan ekonomi yang belum optimal, dan tingginya angka PHK menjadi tantangan serius bagi stabilitas nilai tukar rupiah.

Para analis menilai, dalam jangka pendek rupiah berpotensi bergerak dalam kisaran Rp16.500–Rp16.680 per dolar AS, dengan kecenderungan melemah jika tidak ada katalis positif signifikan dari sisi domestik maupun global.