Harga Beras Melonjak, Jepang Catat Inflasi Terbesar dalam 2 Tahun

Harga Beras Melonjak, Jepang Catat Inflasi Terbesar dalam 2 Tahun

Inflasi Inti Jepang Meningkat ke 3,5% pada April 2025, Harga Beras Melonjak Jadi Pemicu Utama

Tokyo, 23 Mei 2025 – Inflasi inti Jepang melonjak ke angka 3,5% pada April 2025, menandai level tertinggi dalam dua tahun terakhir. Kenaikan ini terutama dipicu oleh melonjaknya harga pangan, khususnya beras, di tengah ketidakpastian global dan fluktuasi nilai tukar yen.

Data resmi yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang menunjukkan bahwa indeks harga konsumen (CPI) inti – yang tidak memasukkan harga makanan segar yang cenderung fluktuatif – mengalami kenaikan signifikan dari 2,9% pada bulan Maret. Ini adalah bulan ke-37 berturut-turut di mana inflasi inti tetap berada di atas target Bank of Japan (BOJ) sebesar 2%.

Sementara itu, inflasi utama (headline inflation) Jepang juga tercatat naik menjadi 3,6% secara tahunan, tidak berubah dari bulan sebelumnya. Kenaikan harga ini menambah tekanan pada rumah tangga Jepang, yang telah menghadapi lonjakan biaya hidup sejak awal 2023 akibat pelemahan yen dan ketegangan perdagangan global.

Lonjakan Harga Beras: Gejala Krisis Pangan Domestik?

Salah satu pendorong utama inflasi adalah naiknya harga beras, makanan pokok masyarakat Jepang. Berdasarkan laporan media domestik, harga beras di lebih dari 1.000 supermarket di seluruh Jepang mencapai rekor tertinggi dalam dekade terakhir. Harga rata-rata untuk satu karung beras seberat 5 kilogram meningkat 54 yen dari minggu sebelumnya, menjadi 4.268 yen per 11 Mei 2025.

Kenaikan harga ini terjadi di tengah kekhawatiran tentang hasil panen tahun ini yang diperkirakan menurun akibat cuaca ekstrem dan ketergantungan pada pupuk impor yang harganya melonjak. Beberapa ahli juga menyebutkan bahwa perubahan kebijakan tarif di Amerika Serikat turut mengganggu rantai pasok pangan global, memperparah tekanan harga di Jepang.

Respons Bank Sentral: Isyarat Kenaikan Suku Bunga

Menanggapi perkembangan ini, Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menyatakan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga guna menahan laju inflasi yang berkepanjangan. Ini akan menjadi langkah signifikan mengingat BOJ telah mempertahankan suku bunga ultra-rendah selama lebih dari satu dekade.

"Kami harus mencermati tidak hanya dinamika inflasi domestik, tetapi juga dampak dari tarif AS dan ketidakpastian ekonomi global," ujar Ueda dalam konferensi pers di Tokyo, Jumat (23/5).

Para analis memperkirakan BOJ dapat menaikkan suku bunga sebesar 0,1 hingga 0,25 persen dalam pertemuan berikutnya, tergantung pada data ekonomi yang akan dirilis Juni nanti.

Prospek Inflasi ke Depan: Mereda atau Terus Meningkat?

Meski tekanan inflasi saat ini cukup tinggi, beberapa ekonom memperkirakan tren ini bisa berbalik dalam beberapa bulan mendatang. Masato Koike, ekonom senior di Sompo Institute Plus, mengatakan bahwa apresiasi yen terhadap dolar AS serta penurunan harga minyak mentah global dapat membantu meredam tekanan harga.

Koike juga menyebut kelebihan pasokan makanan global akibat tarif AS dapat menjadi faktor penurun harga pangan di Jepang. "Selain itu, kami memperkirakan pemerintah akan kembali memberlakukan subsidi untuk tagihan listrik dan gas selama musim panas untuk melindungi daya beli rumah tangga," tambahnya.

Reaksi Pasar dan Kebijakan Pemerintah

Pasar keuangan Jepang merespons data inflasi dengan hati-hati. Indeks Nikkei 225 sempat terkoreksi tipis, sementara yen menguat terhadap dolar AS karena investor mengantisipasi perubahan kebijakan moneter BOJ.

Di sisi lain, pemerintah Jepang sedang meninjau opsi intervensi tambahan, termasuk pengendalian harga pangan melalui kebijakan impor dan insentif produksi pertanian lokal. Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan juga dikabarkan tengah mempersiapkan paket bantuan untuk petani yang terdampak kenaikan biaya produksi.