Menkeu: Rupiah Menguat Imbas Perang Tarif AS-China Mulai Reda

Rupiah Menguat, IHSG Naik Tajam: Dampak Meredanya Ketegangan Dagang AS-China dan Respons Kebijakan Pemerintah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah menunjukkan tren perbaikan yang signifikan seiring mencairnya ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan China. Kondisi ini membawa angin segar bagi perekonomian nasional yang tengah menghadapi berbagai tekanan global.
“Exchange rate kita year to date, dari Januari hingga akhir April mengalami depresiasi sebesar 1,6 persen. Namun sejak pengumuman retaliasi tarif hingga 21 Mei, terjadi apresiasi nilai tukar rupiah,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa di kantor Kementerian Keuangan, Jumat (23/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa pada awal tahun hingga akhir April 2025, rupiah sempat melemah hingga 1,9 persen. Pelemahan ini sebagian besar disebabkan oleh kekhawatiran pasar atas gejolak geopolitik global, termasuk tensi perdagangan antara AS dan China serta ketidakpastian arah kebijakan suku bunga The Fed. Namun, ketika Washington dan Beijing mengumumkan kesepakatan fase baru untuk menurunkan tarif impor dan memperluas kerja sama ekonomi, pasar pun merespons positif.
“Makanya ini koreksi, jadi secara year to date memang rupiah masih melemah, tapi dalam satu setengah bulan terakhir kita melihat tren apresiasi yang cukup kuat,” imbuhnya.
Faktor Pendukung Apresiasi Rupiah
Selain membaiknya hubungan dagang AS-China, beberapa faktor domestik turut menopang penguatan nilai tukar rupiah:
-
Aliran Modal Asing
Data Bank Indonesia menunjukkan adanya arus masuk modal asing ke pasar surat berharga negara (SBN) dan pasar saham sejak awal Mei 2025. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. -
Stabilitas Inflasi
Inflasi Indonesia tercatat tetap terkendali, dengan tingkat inflasi April 2025 sebesar 2,84% secara tahunan (year-on-year), masih dalam kisaran target Bank Indonesia, yaitu 2,5% ± 1%. -
Kebijakan Moneter yang Konsisten
Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuannya di 6,25%, yang dinilai cukup menarik bagi investor asing sambil tetap menjaga stabilitas nilai tukar dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pasar Saham Menguat Signifikan
Kondisi pasar keuangan juga menunjukkan perbaikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan yang signifikan. Secara year to date, IHSG mencatat kenaikan sebesar 0,9 persen. Namun lonjakan terbesar terjadi setelah meredanya tensi dagang, dengan kenaikan hingga 9,7 persen dalam rentang waktu sebulan terakhir.
Analis pasar modal mencatat bahwa sektor-sektor yang paling diuntungkan dari stabilitas ini antara lain sektor perbankan, barang konsumen, dan teknologi. Emiten-emiten besar seperti BCA, Telkom Indonesia, dan Astra International mencatatkan kenaikan harga saham yang signifikan sejak awal Mei.
Prospek ke Depan
Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan global dan menyesuaikan kebijakan fiskal maupun moneter agar tetap responsif terhadap dinamika pasar. Ia juga menekankan pentingnya menjaga fundamental ekonomi domestik sebagai fondasi utama untuk menarik investasi dan menjaga stabilitas nilai tukar.
“Kita harus tetap waspada. Meski tekanan eksternal mereda, tantangan ke depan masih ada, termasuk potensi ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, volatilitas harga komoditas, dan siklus kebijakan moneter global,” ujarnya.
Bank Indonesia memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.600–Rp15.800 per dolar AS dalam jangka pendek, dengan potensi penguatan jika stabilitas global terus membaik dan aliran modal asing tetap positif.
0 Comments