IHSG Sepekan Naik Tipis, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp 15.079 Triliun

IHSG Sepekan Naik Tipis, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp 15.079 Triliun

IHSG Menguat Terbatas, Sentimen Global dan Domestik Masih Bayangi Pasar

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak menguat tipis pada perdagangan sepekan 29 September–3 Oktober 2025, mencerminkan sikap hati-hati investor di tengah banyaknya faktor eksternal dan domestik yang saling tarik-menarik.

Kinerja IHSG Sepekan

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Sabtu, 4 Oktober 2025, IHSG mencatat kenaikan 0,23% ke posisi 8.118,30. Pada pekan sebelumnya, indeks juga sempat naik 0,6% ke level 8.099,33.
Kenaikan IHSG ini turut mengerek kapitalisasi pasar sebesar 1,29%, dari Rp 14.888 triliun menjadi Rp 15.079 triliun.

Walaupun pertumbuhannya tidak terlalu besar, penguatan tersebut dianggap sebagai sinyal bahwa pasar masih ditopang oleh fundamental tertentu, meski tekanan eksternal tetap tinggi.

Analisis Sentimen yang Mempengaruhi IHSG

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menilai pergerakan IHSG pekan lalu dipengaruhi oleh beberapa faktor utama:

  1. Ancaman Shutdown Pemerintahan AS
    Kekhawatiran pasar global meningkat karena potensi government shutdown di Amerika Serikat. Namun, menurut Herditya, investor di Indonesia cenderung mengabaikan isu ini karena masih ada harapan bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.
    Pemangkasan suku bunga AS dapat memberikan ruang bagi arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

  2. Penguatan Rupiah terhadap Dolar AS
    Rupiah menguat setelah isu shutdown AS berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi dan fiskal negeri Paman Sam. Penguatan rupiah memberi sentimen positif ke pasar, khususnya di sektor konsumsi dan perbankan yang sensitif terhadap nilai tukar.

  3. Data Manufaktur China yang Masih Kontraksi
    Dari sisi eksternal, data manufaktur China menunjukkan kontraksi berlanjut. Hal ini memberi tekanan karena China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu dapat memengaruhi ekspor Indonesia, khususnya di sektor komoditas.

  4. Neraca Dagang Indonesia dan Inflasi Domestik
    Dari dalam negeri, rilis data neraca dagang Indonesia masih mencatat surplus, yang menjadi penopang optimisme. Namun, di saat bersamaan, inflasi September 2025 mengalami kenaikan. Tekanan inflasi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai daya beli masyarakat dan kebijakan moneter ke depan.

Peran Arus Modal Asing

Meski IHSG berhasil mencatat kenaikan tipis, tekanan dari penjualan bersih investor asing (net sell) masih cukup besar. Dalam beberapa sesi perdagangan, net sell asing mencapai lebih dari Rp 1 triliun, terutama pada saham-saham berkapitalisasi besar (big cap) di sektor perbankan.
Hal ini menjadi salah satu alasan IHSG sulit menembus level 8.200 meskipun kapitalisasi pasar meningkat.

Faktor Tambahan: Komoditas dan Politik Domestik

Selain faktor yang disebutkan analis, terdapat sentimen lain yang juga ikut memengaruhi pasar:

  • Harga Komoditas Global: Harga timah melonjak di tengah penertiban tambang ilegal di Bangka Belitung. Sektor pertambangan pun mendapat angin segar. Sementara itu, harga batu bara dan minyak mentah dunia masih berfluktuasi, memberi pengaruh campuran terhadap emiten energi Indonesia.

  • Perubahan Kabinet: Setelah pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa pada September lalu, pasar masih menunggu konsistensi kebijakan fiskal. Pemerintah juga meluncurkan program stimulus Rp 200 triliun untuk menjaga likuiditas dan pertumbuhan menjelang akhir tahun.

Proyeksi IHSG ke Depan

Beberapa analis memperkirakan IHSG akan bergerak dalam kisaran terbatas dengan support di area 8.000 dan resistance di 8.200. Investor masih menunggu kejelasan mengenai:

  • Arah kebijakan suku bunga The Fed,

  • Stabilitas ekonomi China,

  • Inflasi domestik, serta

  • Arus modal asing di kuartal IV 2025.

Jika aliran modal asing berbalik masuk dan harga komoditas tetap solid, IHSG berpeluang menembus level psikologis baru di atas 8.200. Namun, jika ketidakpastian global meningkat, terutama dari AS dan China, tekanan ke bawah bisa membuat indeks kembali menguji level 7.900–8.000.

Kesimpulan

IHSG pada pekan terakhir September hingga awal Oktober 2025 mencatat penguatan terbatas di tengah tarik-menarik sentimen global dan domestik. Walau ada dukungan dari neraca dagang yang surplus dan penguatan rupiah, tekanan dari investor asing dan inflasi domestik tetap membayangi.
Ke depan, arah IHSG sangat dipengaruhi oleh kombinasi faktor global, kebijakan pemerintah, serta kekuatan sektor komoditas yang selama ini menjadi motor utama pasar modal Indonesia.