UU P2SK Disahkan: Presiden Kini Bisa Memberhentikan Gubernur BI, Ketua OJK, dan Kepala LPS

DPR RI Sahkan Revisi UU P2SK: Presiden Kini Dapat Memberhentikan Pimpinan BI, OJK, dan LPS
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang membawa perubahan besar terhadap tata kelola lembaga keuangan di Indonesia. Salah satu poin paling penting adalah pemberian kewenangan kepada Presiden untuk memberhentikan Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) apabila terbukti melanggar peraturan perundang-undangan.
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi, menilai langkah ini sebagai momentum penting untuk memperkuat kredibilitas sektor keuangan serta meningkatkan kepercayaan dunia usaha terhadap lembaga pengawas dan sistem keuangan nasional.
Latar Belakang Revisi UU P2SK
UU P2SK pertama kali disahkan pada akhir tahun 2022 sebagai upaya menyatukan berbagai regulasi di sektor keuangan — mulai dari perbankan, asuransi, pasar modal, hingga fintech dan aset digital. Tujuannya adalah menciptakan sistem keuangan yang lebih tangguh, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Namun, dalam pelaksanaannya, sejumlah ketentuan dianggap perlu diperbaiki. Beberapa pasal dinilai kurang selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terutama yang berkaitan dengan pengawasan lembaga keuangan, mekanisme penyidikan, dan kewenangan penganggaran LPS. Revisi ini juga dimaksudkan untuk memperkuat koordinasi antar-lembaga di tengah dinamika baru seperti maraknya inovasi keuangan digital dan kripto.
Pokok-Pokok Perubahan dalam Revisi UU P2SK
1. Kewenangan Presiden untuk Memberhentikan Pimpinan BI, OJK, dan LPS
Melalui revisi ini, Presiden kini memiliki wewenang untuk memberhentikan pimpinan lembaga keuangan utama — BI, OJK, dan LPS — apabila terbukti melanggar hukum atau tidak menjalankan tugas sesuai ketentuan.
Untuk Bank Indonesia, anggota Dewan Gubernur dapat diberhentikan dalam kondisi tertentu seperti pelanggaran hukum, ketidakhadiran tanpa alasan yang sah, atau tidak mampu menjalankan tugas.
Sementara itu, Ketua dan anggota Dewan Komisioner OJK dapat dicopot jika melanggar kode etik, tidak hadir dalam rapat penting, atau terbukti tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.
Sedangkan untuk LPS, pemberhentian dapat dilakukan jika masa jabatan berakhir, mengundurkan diri, tidak aktif dalam rapat, atau terbukti melanggar peraturan.
Ketentuan baru ini menggantikan mekanisme lama yang sebelumnya mengharuskan adanya evaluasi DPR sebelum pemberhentian dapat dilakukan.
2. Penguatan Fungsi dan Pengawasan OJK
OJK kini memiliki ruang lingkup pengawasan yang lebih luas, termasuk sektor fintech, koperasi simpan pinjam, hingga aset digital seperti kripto. Revisi ini menegaskan bahwa OJK berhak mengatur kebijakan industri jasa keuangan dan melakukan pungutan dari sektor-sektor di bawah pengawasannya untuk mendukung pendanaan operasional.
Langkah ini diharapkan mampu menciptakan sistem pengawasan yang lebih terintegrasi dan efisien, terutama menghadapi era keuangan digital yang berkembang pesat.
3. Status Baru dan Wewenang LPS
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kini resmi menjadi lembaga negara dengan kewenangan yang lebih luas. Selain menjamin simpanan nasabah bank, LPS juga bertugas menjamin polis asuransi serta menangani restrukturisasi lembaga keuangan bermasalah.
Rencana kerja dan anggaran LPS kini wajib mendapat persetujuan DPR, bukan hanya dari Menteri Keuangan seperti sebelumnya. Perubahan ini bertujuan memperkuat transparansi dan akuntabilitas lembaga dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
4. Larangan Keterlibatan Politik
Revisi UU P2SK juga menegaskan larangan bagi pejabat di BI, OJK, dan LPS untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis. Mereka tidak boleh menjadi anggota atau pengurus partai politik, serta tidak boleh dicalonkan melalui partai tanpa mengundurkan diri terlebih dahulu. Aturan ini bertujuan menjaga independensi lembaga-lembaga tersebut dari kepentingan politik.
5. Perlindungan Hukum bagi Pejabat
Untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan, undang-undang ini juga memberikan perlindungan hukum bagi pejabat yang menjalankan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, tindakan mereka tidak dapat dikriminalisasi selama dilakukan secara profesional dan sesuai mandat hukum.
Reaksi dan Pandangan Publik
Dukungan Dunia Usaha
Sejumlah pelaku usaha menyambut positif pengesahan revisi UU P2SK. Mereka menilai langkah ini dapat memperkuat koordinasi antar-lembaga keuangan serta menumbuhkan kepercayaan investor dan dunia bisnis terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.
Diana Dewi dari Kadin DKI Jakarta menekankan bahwa kejelasan struktur pengawasan dan tanggung jawab antar-lembaga akan meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata investor global.
Kritik dan Kekhawatiran
Namun, sebagian pihak mengingatkan adanya potensi berkurangnya independensi lembaga-lembaga keuangan. Kewenangan Presiden untuk mencopot pejabat tinggi dinilai dapat membuka ruang bagi intervensi politik terhadap kebijakan moneter dan keuangan.
Beberapa pengamat menilai, meskipun pengawasan DPR diperkuat lewat persetujuan anggaran, di sisi lain penghapusan peran DPR dalam proses pemberhentian pimpinan lembaga dapat mengurangi mekanisme checks and balances.
Karena itu, pelaksanaan teknis dari aturan baru ini akan menjadi perhatian penting, termasuk bagaimana pemerintah menjamin agar proses pemberhentian tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik.
Implikasi dan Tantangan ke Depan
-
Menjaga Independensi dan Akuntabilitas
Tantangan terbesar dari revisi ini adalah menyeimbangkan antara independensi lembaga keuangan dengan kebutuhan akan akuntabilitas di bawah pengawasan pemerintah dan DPR. -
Penyusunan Aturan Turunan
Pemerintah perlu segera menyusun peraturan pelaksanaan untuk memperjelas prosedur pemberhentian, evaluasi kinerja, serta tata kelola lembaga agar tidak menimbulkan multitafsir. -
Dampak terhadap Kepercayaan Investor
Bila implementasi dilakukan secara transparan dan adil, kepercayaan investor dapat meningkat. Namun jika dianggap sebagai bentuk intervensi politik, bisa menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan. -
Adaptasi Internal di Lembaga Keuangan
BI, OJK, dan LPS perlu melakukan penyesuaian struktur, prosedur internal, serta kode etik agar selaras dengan ketentuan baru. -
Penguatan Pengawasan di Era Digital
Dengan pengawasan OJK yang kini mencakup fintech dan aset kripto, pemerintah harus memastikan regulasi yang adaptif agar dapat melindungi konsumen tanpa menghambat inovasi.
Kesimpulan
Revisi UU P2SK menjadi tonggak baru dalam perjalanan sistem keuangan Indonesia. Meski memberikan Presiden kewenangan yang lebih besar, aturan ini juga memperkuat fungsi pengawasan dan transparansi lembaga keuangan.
Keberhasilan penerapan UU ini akan bergantung pada komitmen pemerintah dan DPR untuk menjaga keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, independensi lembaga keuangan, dan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.
0 Comments