Dampak Tarif Impor 19% AS: Ancaman atau Peluang?

Tarik Ulur Tarif dan Realokasi Strategis
Penetapan tarif impor sebesar 19% untuk produk Indonesia menuju Amerika Serikat menjadi bagian dari kesepakatan dagang timbal balik—menggantikan ancaman tarif sebelumnya yang mencapai 32%. Pemerintah AS menyebut langkah ini sebagai terobosan strategis, sementara Indonesia mendapatkan ‘ruang bernapas’ untuk menyesuaikan diri dengan beban tarif baru.
Tiga Skenario: Risiko, Netral, dan Peluang
1. Skenario Negatif
-
Industri padat karya seperti udang, alas kaki, dan tekstil menjadi yang paling terpukul. Asosiasi petambak udang memperkirakan ekspor ke AS bisa turun hingga 30%, mengancam sekitar satu juta tenaga kerja.
-
Penurunan volume ekspor 20–30% diperkirakan menekan pertumbuhan PDB nasional sebesar 0,37–0,56 poin, sehingga pertumbuhan tahunan dapat melorot ke kisaran 4,3–4,5%.
-
Ketidakmampuan sebagian sektor manufaktur lokal bersaing di pasar global berisiko memperlebar defisit perdagangan, melemahkan nilai tukar rupiah, dan menambah tekanan pada industri domestik.
2. Skenario Netral
-
Tarif yang lebih rendah dari ancaman awal memberi waktu penyesuaian bagi eksportir. Bank Indonesia merespons dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% pada pertengahan Juli, untuk mendukung ekspor dan menjaga stabilitas ekonomi.
-
Pemerintah mendorong konsumsi dan investasi melalui stimulus, meski ekonomi masih cenderung lesu. Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 tercatat 5,1%, namun sebagian besar disokong oleh belanja publik dan antisipasi kebijakan tarif, bukan dari peningkatan ekspansi usaha secara riil.
3. Skenario Positif
-
Indonesia memperoleh tarif terendah di ASEAN—19%, sedangkan Vietnam, Filipina, dan Malaysia terkena tarif 20–25%. Hal ini memberi keunggulan kompetitif bagi sektor padat karya Indonesia.
-
Beberapa industri mulai melakukan diversifikasi pasar, misalnya sektor udang yang kini mengalihkan sebagian besar ekspor ke Cina, yang sebelumnya hanya menyumbang porsi kecil, kini diproyeksikan menjadi tujuan utama.
-
Kesepakatan ini juga membuka peluang jangka panjang untuk memperluas pasar, menarik investasi baru, serta mempercepat digitalisasi proses ekspor-impor.
Konteks Global dan Diplomasi Ekonomi
-
Tarif rata-rata impor AS kini berada di titik tertinggi sejak era Depresi Besar, dengan rata-rata efektif sekitar 18,6%. Untuk produk pakaian dan alas kaki, harga konsumen AS diperkirakan naik masing-masing hingga 39% dan 37% dalam jangka pendek.
-
Dalam kesepakatan dagang ini, Indonesia juga berkomitmen membeli 50 pesawat Boeing, energi asal AS senilai 15 miliar dolar AS, dan produk pertanian senilai 4,5 miliar dolar AS.
-
Bank Indonesia menyatakan siap melakukan pemangkasan suku bunga lebih lanjut jika kondisi global membaik, sambil menjaga inflasi tetap rendah hingga 2026.
0 Comments