Harga Rumah Tapak Diprediksi Turun 50%

Subsidi Tanah: Solusi Strategis Potong Biaya Rumah hingga 50 Persen
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menggulirkan gagasan reformasi besar terhadap skema subsidi perumahan pemerintah. Daripada memberikan subsidi kredit seperti selama ini melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), ia menekankan pentingnya subsidi langsung terhadap tanah, yang selama ini menyumbang sekitar separuh dari harga rumah di pasaran.
Menurut Fahri, jika negara menyediakan atau mensubsidi lahan—terutama yang dimiliki pemerintah maupun BUMN—harga rumah tapak bisa dipangkas hingga 50 persen, bahkan untuk hunian vertikal seperti rumah susun bisa turun antara 20 hingga 40 persen.
Dari FLPP ke Subsidi Tanah — Apa Bedanya?
Selama ini pemerintah menyalurkan bantuan perumahan melalui FLPP, yakni skema KPR dengan bunga rendah lima persen dan tenor hingga 20 tahun, tetapi dibatasi kuota tahunan. Fahri berpendapat kuota ini justru memperlambat penyerapan bantuan dan membatasi akses masyarakat. Ia ingin mengalihkan skema bantuan dari subsidi cicilan menjadi subsidi langsung pada struktur biaya tanah, sehingga harga rumah menjadi lebih rendah sejak awal.
Rekonstruksi Perum Perumnas: Jadi Offtaker ala Bulog Papan
Fahri juga mengusulkan Perum Perumnas direorientasi menjadi lembaga offtaker nasional, mirip dengan peran Bulog di sektor pangan. Dengan sistem ini, pemerintah membeli rumah subsidi dari pengembang dengan harga yang telah ditentukan pemerintah, lalu menyalurkannya langsung ke masyarakat tanpa motif keuntungan.
Peran offtaker ini mencakup rumah tapak maupun rumah vertikal, serta bertugas memastikan suplai perumahan rakyat tetap berjalan tanpa bergantung pada mekanisme pemasaran komersial.
Data Backlog: Tantangan 15 Juta Keluarga
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik, backlog perumahan saat ini mencakup lebih dari 15 juta keluarga yang belum memiliki rumah layak. Skema subsidi tanah dan pembentukan lembaga offtaker ini dirancang untuk mempercepat pemenuhan backlog tersebut dan memastikan rumah subsidi benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan.
Kombinasi Strategi: Tapak, Vertikal, dan Renovasi
Pemerintah merancang program terpadu yang mencakup:
-
Subsidi tanah untuk rumah tapak dan rumah vertikal.
-
Pemanfaatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) untuk renovasi rumah di wilayah perdesaan.
-
Peran koperasi sebagai distributor bahan bangunan untuk menjamin transparansi harga dan mendorong ekonomi lokal.
Selain membangun rumah baru, program ini juga memberi perhatian besar pada perbaikan rumah yang tidak layak huni.
Studi Antarnegara dan Arah Kebijakan
Fahri menyoroti praktik sukses di Singapura dan Turki, di mana negara berperan aktif dalam menyediakan perumahan murah secara sistemik. Ia ingin mengambil contoh kebijakan dari negara-negara tersebut sebagai rujukan untuk Indonesia, dengan dukungan Presiden dan koordinasi lintas kementerian seperti Kementerian BUMN dan Kementerian PKP.
Pada awal Agustus 2025, Kementerian PKP dan Bappenas mengadakan pertemuan untuk menyelaraskan desain kebijakan, sekaligus mengintegrasikan program 3 juta rumah ke dalam rencana pembangunan nasional. Program ini diharapkan dapat menjadi wujud nyata janji kampanye Presiden Prabowo Subianto.
Status dan Tantangan
-
Saat ini pembentukan lembaga offtaker dan penerapan subsidi tanah masih berada pada tahap kajian kebijakan.
-
Tata kelola yang jelas dibutuhkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara kementerian terkait.
-
Basis data backlog secara real-time diperlukan untuk memastikan subsidi dan distribusi rumah tepat sasaran.
Polemik Ukuran Rumah: Tetap Tipe 36
Menanggapi wacana untuk mengecilkan luas rumah subsidi menjadi 18 hingga 25 meter persegi, Fahri menegaskan bahwa ukuran minimal rumah subsidi tetap mengacu pada tipe 36 sesuai ketentuan yang berlaku. Legislator dan berbagai organisasi masyarakat juga menolak pengurangan ukuran rumah karena dinilai menurunkan kualitas hunian.
Kesimpulan dan Outlook
Usulan subsidi tanah yang digabungkan dengan sistem offtaker nasional merupakan langkah reformasi penting dalam kebijakan perumahan. Fokusnya adalah menekan biaya dari sisi struktur harga, bukan hanya meringankan cicilan. Jika diterapkan dengan tata kelola yang baik, skema ini berpotensi menjadi model baru penyediaan perumahan rakyat dan memperkecil jurang antara janji politik dengan realisasi di lapangan.
0 Comments