Jual Beli Properti di Jakarta? Pahami Kewajiban BPHTB yang Berlaku

Jual Beli Properti di Jakarta? Pahami Kewajiban BPHTB yang Berlaku

Memahami BPHTB: Pajak Wajib dalam Transaksi Properti di Jakarta

Dalam setiap transaksi jual beli properti di Jakarta, para pihak wajib memahami dan memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku, salah satunya adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak ini merupakan kewajiban yang tidak dapat diabaikan, karena menjadi bagian penting dalam proses pengalihan hak atas tanah maupun bangunan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengatur secara rinci ketentuan ini melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perda ini merupakan bentuk implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang menjadi dasar reformasi sistem perpajakan daerah di Indonesia.


Apa Itu BPHTB dan Siapa yang Wajib Membayar?

Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi melalui berbagai jenis transaksi. Ini termasuk transaksi jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, lelang, bahkan peralihan berdasarkan putusan pengadilan.

“Hak tersebut mencakup hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan,” jelas Morris Danny pada Sabtu, 5 April 2025.

Pihak yang wajib membayar BPHTB umumnya adalah pihak penerima hak atau pembeli properti. Namun, dalam beberapa kasus, kewajiban pembayaran dapat diatur berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi.


Objek BPHTB dan Pengecualian

BPHTB dikenakan atas setiap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang menyebabkan perubahan kepemilikan. Ini mencakup:

  • Jual beli rumah atau apartemen

  • Tukar-menukar tanah

  • Hibah antar keluarga atau pihak lain

  • Warisan yang melibatkan properti

  • Lelang properti

  • Keputusan pengadilan yang mengalihkan kepemilikan

Namun, tidak semua perolehan hak dikenakan BPHTB. Terdapat beberapa pengecualian, antara lain:

  1. Perolehan oleh negara atau pemerintah daerah

  2. Perolehan oleh badan atau lembaga internasional non-komersial

  3. Perolehan rumah sederhana atau rumah susun sederhana oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)

  4. Perolehan karena wakaf untuk keperluan ibadah atau sosial

  5. Perolehan properti yang digunakan sepenuhnya untuk keperluan keagamaan


Tarif dan Penghitungan BPHTB

Tarif BPHTB di Jakarta saat ini adalah 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Untuk tahun 2025, nilai NPOPTKP di DKI Jakarta ditetapkan sebesar Rp 80.000.000.

Contoh: Jika Anda membeli rumah seharga Rp 1.000.000.000, maka:

  • NPOP: Rp 1.000.000.000

  • NPOPTKP: Rp 80.000.000

  • Dasar pengenaan pajak: Rp 920.000.000

  • BPHTB terutang: 5% x Rp 920.000.000 = Rp 46.000.000


Pembayaran dan Validasi

Pembayaran BPHTB harus dilakukan sebelum proses balik nama dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bukti pembayaran akan menjadi dokumen wajib yang dilampirkan dalam berkas pengajuan balik nama.

Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah menyediakan layanan pembayaran BPHTB secara daring melalui situs resmi Bapenda dan aplikasi e-BPHTB, guna mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara efisien dan transparan.


Update Terbaru: Digitalisasi dan Integrasi Sistem

Mulai awal 2025, Pemprov DKI Jakarta menggandeng Kementerian ATR/BPN untuk mengintegrasikan data transaksi properti secara digital. Dengan integrasi ini, setiap transaksi jual beli, hibah, dan warisan akan tercatat secara real-time dan langsung terhubung ke sistem perpajakan daerah.

Inisiatif ini bertujuan untuk:

  • Meningkatkan akurasi data pajak

  • Mengurangi praktik penghindaran pajak

  • Mempercepat proses validasi dokumen


Penutup

Memahami dan mematuhi ketentuan BPHTB bukan hanya soal kewajiban hukum, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara. Dengan mengetahui aturan, tarif, dan prosesnya secara menyeluruh, masyarakat Jakarta dapat menghindari kendala administratif dalam transaksi properti dan turut berkontribusi terhadap pembangunan kota melalui pajak yang dibayarkan.