Kerugian Akibat Pencurian Data Capai Rp79,6 Miliar

Kerugian Akibat Pencurian Data Capai Rp79,6 Miliar

Ancaman Penipuan Digital Semakin Mengintai Sektor Jasa Keuangan di Era Teknologi Canggih

Ancaman penipuan digital terus menjadi momok serius bagi sektor jasa keuangan di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Laporan IBM Cost of Data Breach 2024 mencatat bahwa rata-rata kerugian akibat pencurian data pribadi secara global mencapai USD 4,9 juta atau sekitar Rp 79,6 miliar (kurs Rp16.252 per USD). Angka ini mengalami kenaikan sekitar 10% dibandingkan tahun sebelumnya, menandakan bahwa risiko keamanan siber semakin meningkat di berbagai industri, khususnya layanan keuangan.

Indonesia sendiri menghadapi tantangan besar dalam hal literasi yang berkaitan dengan keuangan dan teknologi digital. Menurut data terbaru, Indeks Literasi Keuangan Indonesia pada 2025 baru mencapai 66,46%, sedangkan Indeks Literasi Digital pada 2024 berada di angka 3,78 dari skala maksimal 5. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat mulai terbiasa menggunakan layanan digital, masih banyak yang belum sepenuhnya memahami risiko dan cara melindungi diri dari penipuan digital.

Wakil Sekretaris Jenderal II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Saat Prihartono, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi layanan dan aspek keamanan digital. “Kita harus menjawab kebutuhan dan gaya hidup masyarakat yang menginginkan layanan cepat dan mudah, tetapi kemudahan ini harus diimbangi dengan sistem keamanan yang kuat dan infrastruktur TI yang andal,” ujarnya saat diwawancara pada Sabtu (9/8/2025).

Salah satu titik krusial dalam layanan keuangan digital adalah proses e-Know Your Customer (e-KYC), yang menjadi gerbang utama dalam verifikasi identitas nasabah. Namun, e-KYC juga merupakan titik rawan terjadinya identity fraud, apalagi dengan munculnya ancaman baru seperti penyalahgunaan teknologi deepfake AI yang mampu memalsukan identitas seseorang dengan sangat meyakinkan.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Saat menambahkan bahwa penerapan strategi anti-penipuan yang komprehensif sangat penting. “Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi anomali transaksi secara real-time kini menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan digital (digital trust) di sektor jasa keuangan,” jelasnya.

Perubahan perilaku nasabah yang menginginkan layanan cepat, praktis, dan terintegrasi mendorong transformasi besar-besaran di sektor perbankan digital. Berbagai layanan, mulai dari pembukaan rekening, onboarding, pembayaran, transaksi e-commerce, pengajuan pinjaman, investasi, hingga pengelolaan keuangan kini dapat diakses kapan saja dan di mana saja melalui perangkat digital. Namun, kemudahan ini juga membuka peluang bagi pelaku kejahatan untuk melakukan penipuan dengan teknik yang semakin canggih.

Menurut laporan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada kuartal pertama 2025, kasus penipuan digital yang melibatkan teknologi deepfake meningkat sebesar 25% dibandingkan tahun lalu. Modus yang sering digunakan termasuk pemalsuan suara dan wajah dalam panggilan video untuk mengelabui petugas bank atau nasabah. Selain itu, serangan phishing dan ransomware yang menargetkan aplikasi finansial juga masih menjadi ancaman utama.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia terus mendorong inisiatif peningkatan literasi digital melalui berbagai program edukasi di sekolah, komunitas, dan media massa. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan institusi keuangan dan pelaku fintech untuk membangun kesadaran akan pentingnya menjaga data pribadi dan mengenali tanda-tanda penipuan digital.

Sementara itu, pelaku industri fintech dan perbankan mulai mengadopsi teknologi keamanan terkini, seperti biometrik multifaktor, enkripsi end-to-end, serta analisis perilaku pengguna berbasis AI. Bank-bank besar juga mulai menguji coba sistem blockchain untuk meningkatkan transparansi dan keamanan transaksi digital.

Kombinasi antara edukasi yang masif, penguatan regulasi, dan inovasi teknologi keamanan diharapkan dapat menekan angka kerugian akibat kejahatan siber dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital di Indonesia.