Pajak BBM Turun jadi 5%, Pertamina Hitung Ulang Harga Bensin

Bank Dunia Peringatkan: Perang Dagang dan Lonjakan Utang Ancam Perlambat Pertumbuhan Negara Berkembang
Bank Dunia kembali memperingatkan bahwa meningkatnya ketegangan perdagangan global dapat memperburuk lonjakan utang dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, memperbesar risiko krisis keuangan di kawasan tersebut.
Mengutip laporan US News pada Senin (28/4/2025), Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, menyatakan bahwa krisis perdagangan yang sedang berlangsung berpotensi menekan pertumbuhan di pasar negara berkembang, yang selama dua dekade terakhir sudah mengalami perlambatan. Dari tingkat pertumbuhan sekitar 6% pada awal 2000-an, kini pertumbuhan tersebut diproyeksikan turun lebih dalam, dengan perdagangan global diperkirakan hanya akan tumbuh 1,5% pada tahun ini.
"Ini adalah perlambatan mendadak di atas situasi yang sebenarnya sudah cukup rapuh," ujar Gill dalam forum di Washington D.C.
Gill menambahkan bahwa arus investasi asing, baik dalam bentuk portofolio maupun investasi langsung asing (Foreign Direct Investment/FDI), kemungkinan besar akan menurun tajam, seperti yang terjadi dalam krisis-krisis sebelumnya. "Pada masa-masa baik, FDI mencapai 5% dari PDB di pasar negara berkembang. Saat ini, angkanya hanya tersisa sekitar 1%, dan tren penurunan ini terus berlanjut," jelasnya.
Peringatan ini disampaikan di sela-sela pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang berlangsung pekan ini, di mana para pejabat membahas kekhawatiran serius tentang dampak dari kebijakan tarif baru Amerika Serikat terhadap barang-barang impor. Sebagai balasan, Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, Meksiko, dan beberapa negara lain juga mengumumkan tarif baru terhadap produk-produk AS, memperburuk ketidakpastian di pasar global.
Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi hanya 2,8%, atau setengah poin persentase lebih rendah dibandingkan perkiraan pada Januari lalu. Ini mencerminkan dampak nyata dari ketegangan perdagangan serta perlambatan permintaan global.
Lebih jauh, Gill mengungkapkan kekhawatiran bahwa tingkat utang yang tinggi menjadi bom waktu bagi banyak negara berkembang. Saat ini, setidaknya setengah dari sekitar 150 negara berkembang dan pasar berkembang menghadapi risiko gagal bayar atau ketidakmampuan membayar kewajiban utangnya — angka ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2024.
"Jika pertumbuhan global terus melambat, perdagangan terhambat, dan suku bunga tetap tinggi, banyak negara akan jatuh ke dalam krisis utang, termasuk beberapa negara pengekspor komoditas besar," ujar Gill.
Tantangan Tambahan: Penguatan Dolar dan Harga Komoditas
Selain perang dagang, faktor lain yang memperburuk tekanan terhadap negara berkembang adalah penguatan dolar AS yang berkelanjutan serta volatilitas harga komoditas. Mata uang yang lebih kuat membuat pembayaran utang dalam dolar menjadi lebih mahal bagi negara-negara berkembang yang bergantung pada utang luar negeri.
Harga komoditas utama seperti minyak, gas, dan logam juga menunjukkan fluktuasi tajam akibat ketidakpastian geopolitik, termasuk ketegangan di Timur Tengah dan gangguan rantai pasok global. Hal ini memberikan tekanan ganda terhadap negara-negara eksportir komoditas, yang sebelumnya diharapkan dapat menjadi penopang pertumbuhan.
Respons Global
Dalam upaya mencegah krisis yang lebih dalam, Bank Dunia dan IMF mendesak negara-negara maju untuk menahan diri dalam menerapkan kebijakan perdagangan yang diskriminatif dan mendorong reformasi sistem perdagangan multilateral. Selain itu, ada seruan agar pemberi pinjaman multilateral memberikan lebih banyak dukungan kepada negara berkembang melalui program restrukturisasi utang dan akses pembiayaan darurat.
"Kerja sama internasional sangat penting saat ini. Kita tidak bisa membiarkan negara-negara berkembang dibiarkan sendiri menghadapi badai ini," kata Gill menegaskan.
Kesimpulan
Dengan ketegangan perdagangan yang meningkat, pertumbuhan global yang melambat, dan beban utang yang membengkak, negara-negara berkembang berada pada titik kritis. Tindakan segera dan terkoordinasi diperlukan untuk mencegah krisis utang yang lebih luas dan memastikan keberlanjutan pemulihan ekonomi global.
0 Comments