Daya Beli Masyarakat Sedang Lemah, Pengusaha Berharap Pemerintah Tidak Menaikkan Tarif Cukai

Pengusaha Terjepit Daya Beli Lemah, APINDO Minta Pemerintah Tahan Tarif Cukai
Situasi Terkini: Tekanan Ganda Terhadap Dunia Usaha
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) kembali menyuarakan kekhawatirannya terhadap tekanan yang makin berat dialami dunia usaha. Ketua Umum APINDO, Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan bahwa lemahnya daya beli masyarakat, ditambah rencana kenaikan tarif cukai, menciptakan situasi yang sangat sulit bagi para pelaku usaha padat karya seperti industri makanan, minuman, dan hasil tembakau.
Harapan Kejelasan dan Kepastian Kebijakan Fiskal
Shinta mengapresiasi komitmen pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang memastikan tidak ada pajak baru atau kenaikan tarif pajak pada tahun 2026. Namun, ia menekankan bahwa harapan ini juga harus mencakup sektor cukai.
Menurut Shinta, langkah yang lebih tepat untuk meningkatkan penerimaan negara adalah dengan memperkuat kepatuhan wajib pajak serta memperbaiki administrasi pajak, bukan dengan menambah beban melalui cukai baru atau tarif cukai yang lebih tinggi.
Fokus pada Industri Padat Karya: Harapan dan Risiko
Industri padat karya, khususnya makanan, minuman, dan produk tembakau, menjadi sorotan utama dalam seruan APINDO. Beban ganda dari rencana kenaikan cukai dan tekanan pasar bisa melemahkan daya saing serta mendorong penutupan usaha dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Jika sektor ini runtuh, implikasinya tidak hanya pada penerimaan negara, tetapi juga pada stabilitas lapangan kerja yang selama ini menjadi penopang bagi jutaan pekerja dan ekonomi domestik.
Usulan Insentif dan Alternatif Strategis
APINDO tidak hanya menolak kenaikan tarif cukai, namun juga mengusulkan sejumlah alternatif yang mendukung kelangsungan usaha, yaitu:
-
Optimalisasi penerimaan negara melalui kepatuhan sukarela dan administrasi yang lebih efisien.
-
Insentif bagi sektor padat karya, termasuk:
-
percepatan restitusi PPN;
-
diskon tarif listrik (LWBP);
-
penurunan harga gas untuk industri;
-
insentif energi terbarukan;
-
dukungan pembiayaan;
-
perluasan skema PPh 21 yang ditanggung pemerintah (DTP);
-
insentif fiskal dan non-fiskal lainnya.
-
Indikator Ekonomi: Menyokong Kekhawatiran APINDO
APINDO juga menyoroti bahwa beberapa indikator ekonomi menunjukkan melemahnya daya beli:
-
Penjualan kendaraan (baik wholesale maupun retail) menurun lebih dari 8–9% pada kuartal I hingga II tahun 2025.
-
Indeks Keyakinan Konsumen yang semula berada di angka 121 pada Maret turun menjadi sekitar 118 pada Juli.
-
Indikator manufaktur seperti Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur masih di bawah 50 (menandakan kontraksi), hanya sedikit naik menjadi 49,2 pada Juli.
Shinta menyampaikan bahwa tanpa stimulus atau insentif dorongan daya beli, pertumbuhan konsumsi domestik—sebagai motor utama ekonomi—akan terbatas. Ia mendorong pemerintah untuk mempercepat belanja publik, menjaga likuiditas sektor riil, dan mempertahankan ekspektasi positif masyarakat dan dunia usaha.
Upaya Deregulasi: Sinyal Positif Pemerintah
Selain masalah fiskal, APINDO menyambut baik paket deregulasi oleh pemerintah—diharapkan membawa kemudahan dalam perizinan, efisiensi biaya, dan fleksibilitas kebijakan. Shinta menilai deregulasi ini merupakan sinyal bahwa pemerintah mendengar dunia usaha dan serius merespons tantangan ekonomi.
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah antara lain:
-
Pencabutan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dan penerbitan sembilan Permendag baru berbasis klaster komoditas;
-
Relaksasi 10 komoditas strategis;
-
Integrasi sistem bea cukai (CEISA);
-
Pemangkasan waktu tarif remedial dari 40 menjadi 14 hari;
-
Kepastian hukum dalam perizinan waralaba.
0 Comments