Demo Bisa Ganggu Bayar Pajak dan Kurangi Pemasukan Negara

Gelombang Demonstrasi Tekan Ekonomi dan Penerimaan Pajak Nasional: Lebih dari Sekadar Penurunan
1. Kerugian Ekonomi Langsung akibat Kekacauan Lapangan
Menurut Nailul Huda, Direktur Ekonomi CELIOS (Center of Economic and Law Studies), gelombang demonstrasi selama sekitar 2–3 hari terakhir telah memberikan dampak signifikan terhadap sektor jasa—yang menyumbang sekitar 45% dari PDB nasional, atau setara Rp 9.900 triliun per tahun. Bila aktivitas sektor jasa terganggu hanya 10% saja selama periode tersebut, potensi kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 8–9 triliun.
Sektor-sektor yang paling terpukul meliputi transportasi daring, ritel, pusat perbelanjaan, serta usaha kecil di sekitar titik aksi yang mengalami penurunan omzet drastis. Banyak pedagang kecil bahkan memilih menutup usaha mereka sementara karena khawatir terjadi kerusuhan atau penurunan jumlah pembeli.
2. Dampak Merambat: Penerimaan Pajak Terancam Merosot
Kerugian ekonomi yang membengkak ini langsung menyempitkan basis pajak pemerintah. Nailul Huda menekankan dua faktor utama:
-
Lesunya aktivitas usaha, yang membuat banyak perusahaan menahan produksi, mengurangi jam kerja, bahkan melakukan PHK—semua berdampak langsung pada berkurangnya omzet dan laba sehingga menurunkan setoran pajak.
-
Daya beli masyarakat yang melemah, yang menyebabkan konsumsi turun dan berdampak pada penerimaan PPN.
Lebih jauh, ia memprediksi kepatuhan pajak akan menurun drastis akibat ketidakpastian ekonomi.
Namun, aspek yang menurut Huda lebih mengkhawatirkan adalah krisis kepercayaan publik terhadap institusi perpajakan. Publik merasa terbebani pajak tanpa merasakan pengelolaan anggaran yang adil dan transparan.
3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi: Risiko Meleset dari Target
Huda menyoroti bahwa lembaga internasional masih memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 sekitar 4,7%, namun kondisi politik dan sosial yang belum stabil bisa membuat realisasi jauh di bawah angka tersebut.
Jika demonstrasi terus berlanjut dan pemerintah tidak segera menstabilkan situasi, investasi bisa menurun drastis. Ketidakpastian akan membuat investor—baik domestik maupun asing—menahan diri atau menjauh.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahkan diprediksi akan mengalami tekanan, dengan kecenderungan bergerak “merah” akibat sentimen negatif yang terus mengintai.
4. Tuding Pemerintah “Pengabur Fakta” hingga Kritik Kepada Pejabat
Menurut Huda, realitas di lapangan—seperti meningkatnya PHK, melonjaknya harga barang, dan melemahnya aktivitas ekonomi—diabaikan oleh pemerintah, yang justru mengklaim ekonomi meningkat melalui angka statistik.
Publik bahkan sempat mempertanyakan apakah demonstrasi ini didorong oleh kepentingan asing, tetapi Huda menegaskan bahwa demo muncul karena kemarahan rakyat atas keadaan ekonomi mereka, bukan karena invasi eksternal.
Ia juga menyebut perilaku pejabat yang dinilai “minim etika”, seperti kontroversi kenaikan tunjangan DPR dan kebijakan prorakyat yang dianggap tidak menyentuh rakyat kecil, semakin memperparah ketidakpuasan publik.
5. Bank Indonesia Bergerak: Stabilitas Terjaga (Untuk Kini)
Menanggapi gejolak, Bank Indonesia menegaskan komitmennya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan likuiditas. Caranya melalui intervensi di pasar:
-
Mekanisme NDF di pasar offshore.
-
Transaksi spot di pasar domestik.
-
DNDF, serta pembelian dan penjualan SBN di pasar sekunder.
-
Dukungan likuiditas bagi perbankan melalui repo, fx swap, serta fasilitas pembiayaan lainnya.
Langkah ini diharapkan mampu meredam tekanan ekonomi jangka pendek dan menjaga kepercayaan pasar.
0 Comments