IHSG Turun 3%, Kini di Bawah 7.800 pada 1 September 2025

IHSG Turun 3%, Kini di Bawah 7.800 pada 1 September 2025

IHSG Anjlok 3% di Awal September 2025, Sentimen Global dan Domestik Tekan Pasar

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka anjlok pada perdagangan Senin, 1 September 2025. Penurunan tajam ini terjadi di tengah kombinasi faktor global dan domestik yang menekan kepercayaan investor.

Berdasarkan data RTI, IHSG dibuka melemah 210,4 poin atau 3% ke level 7.620,09. Hingga pukul 09.02 WIB, IHSG semakin tertekan dengan koreksi 3,55% ke posisi 7.552. Indeks LQ45 yang berisi 45 saham unggulan juga merosot 3,83% ke level 766,90.

Seluruh indeks acuan kompak berada di zona merah. Pada perdagangan pagi, IHSG sempat menyentuh level tertinggi di 7.622,42 dan terendah 7.547,56. Tekanan jual yang masif membuat sebanyak 616 saham melemah, hanya 20 saham yang menguat, sementara 29 saham stagnan.

Nilai transaksi tercatat Rp3 triliun dengan volume perdagangan sekitar 3,5 miliar saham dari 211.369 kali transaksi. Sementara itu, kurs dolar AS terhadap rupiah bertengger di kisaran Rp16.447 per dolar, menandakan pelemahan rupiah masih berlanjut.


Seluruh Sektor Saham Memerah

Koreksi IHSG kali ini bersifat broad-based atau menyeluruh. Hampir semua sektor saham mencatat pelemahan cukup dalam, dengan detail sebagai berikut:

  • Sektor transportasi: terperosok 3,57%

  • Sektor consumer cyclical: turun 3,55%

  • Sektor teknologi: melemah 3,10%

  • Sektor infrastruktur: susut 3,09%

  • Sektor properti: terkoreksi 3,01%

  • Sektor keuangan: merosot 2,99%

  • Sektor basic materials: turun 2,89%

  • Sektor energi: melemah 2,87%

  • Sektor consumer non-cyclical: melemah 2,59%

  • Sektor kesehatan: turun 2,35%

  • Sektor industri: melemah 1,91%

Tekanan paling dalam datang dari saham-saham perbankan besar, emiten teknologi, serta perusahaan transportasi.


Faktor Penyebab Tekanan IHSG

  1. Sentimen Domestik: Aksi Demonstrasi
    Gelombang protes yang terjadi di sejumlah daerah pekan lalu masih menjadi perhatian investor. Ketidakpastian politik dan stabilitas sosial kerap memicu aksi jual di pasar saham karena dianggap menambah risiko investasi.

  2. Nilai Tukar Rupiah Melemah
    Rupiah yang menembus level Rp16.400 per dolar AS menjadi faktor tambahan yang menekan IHSG. Investor asing cenderung melakukan aksi jual (capital outflow) ketika rupiah melemah tajam.

  3. Faktor Global: Kebijakan The Fed
    Pasar global masih dibayangi ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) untuk meredam inflasi. Hal ini mendorong investor asing menarik dana dari pasar berkembang termasuk Indonesia.

  4. Koreksi Harga Komoditas
    Harga minyak dunia dan batubara melemah dalam sepekan terakhir. Hal ini berdampak pada saham-saham emiten energi dan komoditas yang menjadi kontributor besar di IHSG.


Update Terbaru: Investor Asing Net Sell

Data perdagangan menunjukkan investor asing melakukan net sell senilai lebih dari Rp500 miliar pada sesi pembukaan. Aksi jual asing paling besar terjadi pada saham perbankan big caps, seperti BBCA, BBRI, BMRI, serta emiten energi ADRO dan ITMG.

Di sisi lain, saham-saham defensif seperti TLKM dan ICBP masih mendapat sedikit aliran dana meski tidak cukup untuk menahan laju koreksi IHSG.


Prospek ke Depan

Analis memperkirakan IHSG masih rawan koreksi dalam jangka pendek apabila ketidakpastian politik di dalam negeri tidak segera mereda. Level support terdekat IHSG diproyeksikan berada di kisaran 7.500, sementara resistance di 7.700.

“Investor sebaiknya wait and see, fokus pada saham-saham defensif di sektor konsumer dan telekomunikasi. Tekanan global dari penguatan dolar AS dan potensi kenaikan suku bunga masih membayangi,” ujar seorang analis pasar modal di Jakarta.

Selain itu, investor juga menantikan rilis data inflasi Indonesia Agustus 2025 serta data tenaga kerja Amerika Serikat yang dijadwalkan pekan ini. Kedua data ini diperkirakan akan memberi arah baru bagi pasar.